Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Anak Muda Jangan Cuma Pamer Bendera, Tapi Ambil Alih Tiangnya

Senin, 21 Juli 2025 | Juli 21, 2025 WIB Last Updated 2025-07-21T13:45:50Z
Foto: Etmon Oba, S.H
Kupang | DS - Di Indonesia, satu hal yang paling mengerikan bukanlah korupsi. Bukan juga kemiskinan. Tapi sikap diam dan masa bodoh anak muda terhadap politik, khususnya politik daerah. Ketika pemuda menjauh dari arena politik, maka yang akan mengisi ruang itu adalah mereka yang haus kuasa, bukan yang haus perubahan. Dan inilah realita kelam yang sedang kita hadapi.


Mari kita bicara fakta. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari tahun 2004 hingga 2023, sebanyak 456 kepala daerah di Indonesia ditangkap karena kasus korupsi. Dari jumlah itu, mayoritas adalah bupati dan walikota posisi strategis dalam struktur pemerintahan daerah. Apa artinya? Politik lokal, tempat semua kebijakan publik dimulai, adalah sarang basah yang terus dilumuri kepentingan pribadi.


Lihat Kabupaten Kupang, NTT, sebagai contoh nyata. Hingga hari ini, berbagai program infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan publik tersendat bukan karena kurang anggaran, tapi karena terlalu banyak "jalur khusus" dan permainan anggaran. Ini bukan rahasia umum, ini fakta terbuka yang selama ini ditertawakan di warung kopi, tapi jarang dibawa ke meja diskusi anak muda.


Di era 1990-an hingga awal 2000-an, keterlibatan pemuda dalam politik sangat terbatas. Ada ketakutan, tekanan, dan minimnya akses informasi. Tapi itu masa lalu. Sekarang?


Anak Muda Melek Digital, Tapi Mati Sosial


Indonesia hari ini punya demografi bonus: lebih dari 55% pemilih pada Pemilu 2024 adalah generasi milenial dan Gen Z, menurut data KPU. Namun, ironisnya, lebih dari 40% anak muda menyatakan tidak tertarik dan tidak percaya pada politik, menurut survei Indikator Politik Indonesia tahun 2023. Ini kontras yang mengkhawatirkan. Kita punya kuasa, tapi kita diam. Kita punya suara, tapi kita bisu.


Media sosial yang seharusnya jadi alat kontrol kekuasaan, malah dijadikan tempat pamer outfit, challenge TikTok, dan perang komentar soal selebriti. Sementara itu, pejabat yang tak becus tetap duduk nyaman di kursi empuk, memutuskan arah hidup kita tanpa kita ikut menentukan.


Mari bandingkan dua wilayah: Kabupaten Trenggalek di Jawa Timur, dan Kabupaten Kupang di NTT.


Trenggalek, pada tahun 2016, dipimpin oleh Bupati muda Emil Dardak (lahir tahun 1984). Dalam waktu singkat, ia mempercepat digitalisasi layanan, meningkatkan investasi wisata, dan menekan angka kemiskinan lewat program ekonomi kreatif yang berbasis pemuda.


Kabupaten Kupang, hingga kini, belum mampu keluar dari lingkaran persoalan klasik: pelayanan publik lambat, kualitas pendidikan rendah, jalan rusak parah, dan indeks transparansi keuangan daerah yang buruk. Keterlibatan anak muda dalam perencanaan kebijakan nyaris nol besar.


Apa bedanya? Kepemimpinan yang membuka ruang bagi ide dan energi baru dari generasi muda. Bukan sekadar umur sang pemimpin, tapi siapa yang ada di sekelilingnya: muda, vokal, dan berani mengusik zona nyaman.


Mengapa Anak Muda Harus Peduli Politik Daerah?


1. Karena semua kebijakan yang berdampak langsung berasal dari daerah.


Coba hitung: siapa yang memutuskan bantuan pendidikan? Pemerintah daerah. Siapa yang menentukan lokasi puskesmas, jalan desa, atau anggaran karang taruna? Pemerintah daerah. Jadi jika kamu apatis, kamu menyerahkan hidupmu ke tangan orang yang bahkan tak kamu kenal.


2. Karena diam mu bisa jadi izin bagi kebobrokan.


Setiap kali kamu memilih tidak datang ke TPS, kamu secara tidak langsung sedang memberi peluang emas bagi politik transaksional untuk menang. Bukan soal kamu benci politik, tapi politik tidak pernah benci kamu. Dia akan tetap mengatur mu, suka atau tidak.


3. Karena perubahan besar justru lahir dari gerakan lokal.


Reformasi 1998 dimulai dari gerakan kampus. Banyak tokoh nasional memulai karir politik mereka dari DPRD kota/kabupaten. Artinya, jika kamu ingin Indonesia berubah, mulai dari desamu, kelurahanmu, kabupaten mu.


4. Karena kamu akan tua, dan daerahmu bisa tetap bodoh jika kamu diam.


Jangan biarkan kampung halamanmu ditinggal oleh sejarah. Bangun sekarang, atau bersiap hidup dalam ketertinggalan yang diwariskan terus-menerus.


Apa yang Bisa Anak Muda Lakukan Sekarang?


1. Gabung komunitas yang aktif advokasi kebijakan publik.


Tidak harus partai. Mulailah dari forum warga, karang taruna, atau kelompok mahasiswa.


2. Ikut Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan).


Ini forum resmi, tapi sering sepi pemuda. Hadir dan bicaralah. Pemerintah daerah akan mendengar jika kamu berani menyuarakan.


3. Pantau anggaran desa.


Transparansi bukan cuma tugas LSM. Anak muda melek digital bisa buat platform, infografis, bahkan meme kritis.


4. Cerdas di media sosial.


Jangan hanya jadi penonton. Soroti kinerja kepala daerah, kritik yang membangun, dan bantu edukasi politik orang sekitarmu.


Jangan Cuma Pamer Bendera, Tapi Ambil Alih Tiangnya


Anak muda hari ini harus berhenti hanya jadi pendukung acara. Kita harus masuk ke panggung, ambil mikrofon, dan menulis sendiri naskah perubahan. Politik tidak akan berubah jika kita hanya menonton. Anak muda harus mencintai tanah kelahirannya dengan cara yang benar: ikut menentukan nasibnya.


Karena pada akhirnya, bukan uang, bukan jabatan, bukan koneksi yang menyelamatkan masa depan daerah tapi kesadaran kolektif generasi mudanya untuk peduli, kritis, dan bergerak.


Red/AH